Cari Entry Blog Ini

Sabtu, 27 April 2013

Citra Perempuan di Jagat Iklan




Judul Buku: Manipulasi dan Dehumanisasi dalam Iklan
Penulis: Kasiyan
Penerbit: Ombak, Yogyakarta
Cetakan: I, 2008
Tebal: 402 halaman

Karena keindahannya, perempuan sering ditampilkan dalam iklan --meski kehadirannya terkadang agak diada-adakan. Karena keindahannya pula, untuk iklan produk yang bobot kehadiran tokohnya sama, antara laki-laki dan perempuan, biasanya perempuanlah yang dipilih. Antara lain juga karena keindahannya, perempuan sering menjadi inspirasi, termasuk dalam melahirkan suatu produk. Alhasil, atribut atau sikap yang mencirikan ke-perempuan-nan, sebagai potensi kodrati perempuan, kini justru kian menjadi aset dalam serangkaian produksi dan pasar industri kebudayaan bernama iklan.

Dari suasana jagat periklanan yang demikian itulah buku berjudul Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan yang ditulis oleh Kasiyan ini hadir. Dengan kata lain, buku yang membahas masalah iklan ini ditulis bukan karena iklan pada dirinya, melainkan pada kekuatannya dalam memperkenalkan kode-kode yang sering justru bertentangan dengan prinsip-prinsip seperti persamaan. Sang penulis menuturkan iklan yang menggunakan perempuan sebagai pendukung sebenarnya tidak perlu kita permasalahkan sejauh tidak melanggar kaidah-kaidah yang disepakati oleh pelaku industri periklanan dan masyarakat (lewat pemerintah).

Keprihatinan mulai muncul ketika sarana yang dipakai untuk beriklan hanyalah perempuan (hlm. 19). Sebab, dari sini, perempuan kemudian dijadikan sebagai komoditas dan secara terbuka tersedia di tatanan kapitalis. Dan iklan dianggap sebagai pengukuhan keinginan dan mimpi masyarakat karena, dalam memajukan kapitalisme, obyek tidak hanya memiliki nilai guna tapi juga nilai tukar.

Semua kemudian dinilai dari penampilannya dan bukan dari kegunaannya. Penampilan sama dengan ilusi estetik yang kemudian memanfaatkan ilusi yang merangsang secara seksual untuk mempertahankan gaya sensual. Maka atas itu semua, dalam etalase budaya sesungguhnya telah berlangsung pengjungkirbalikan dimensi mistikal dari feminitas, yaitu melalui trik-trik iklan yang memang dirancang untuk memancing imajinasi, misalnya lewat desahan suara (iklan kacang kering), kemilau kulit (iklan bedak atau sabun mandi), dan lain-lain.

Setidaknya ada lima citra yang dengan itu perempuan dijadikan obyek iklan, yaitu sebagai citra pigura, pilar, peraduan, pinggan, dan pergaulan. Dalam citra pigura, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang harus memikat. Untuk itu, ia harus menonjolkan ciri biologis tertentu, seperti buah dada, pinggul, dan seterusnya, maupun ciri kewanitaan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping mulus, dan sebagainya. Contohnya dalam iklan alat kecantikan atau pakaian.

Sedangkan pada citra pilar, perempuan digambarkan sebagai pengurus utama keluarga. Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu sederajat, tapi kodratnya berbeda. Karena itulah wilayah kegiatan dan tanggung jawabnya berbeda pula. Contoh penggambaran perempuan bercitra pilar ini bisa kita temukan pada iklan Aqua: “Melindungi Anda Sekeluarga.”

Citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuasan laki-laki, khususnya pemuasan seksual. Sehingga seluruh kecantikan perempuan, baik kecantikan alamiah maupun buatan (melalui komestik), disediakan untuk dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan komsumtif, misalnya rabaan lembut atas rambut yang telah di cuci dengan sampo tertentu dan lain sebagainya.

Untuk citra pinggan, digambarkan bahwa betapapun tingginya perempuan dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apa pun penghasilannya, kewajibannya adalah di dapur. Tapi berkat teknologi kegiatan di dapur itu tidak lagi berat dan membosankan. Sebab telah ada kompor gas, mesin cuci, bahan masakan instant, dan lain sebagainya. Dengan cara ini, iklan menawarkan produk tertentu untuk para istri. Setelah meyakinkan bahwa kegiatan di dapur tidak harus menyiksa, tapi justru bisa menyenangkan, lebih jauh diingatkan bahwa para suami lebih suka masakan istri. Contohnya adalah iklan produk masak bumbu dari Indofood.

Terakhir dalam citra pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang selalu khawatir tidak tampil memikat dan menawan, tidak presentable atau acceptable. Untuk dapat diterima, perempuan perlu physically presentable. Bentuk dan lekuk tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan komestik dan aksesoris yang selaras sehingga seorang perempuan bisa anggun menawan, mengundang pesona, dan unggah-ungguh fisik perlu dijaga sedemikian rupa agar menarik dan tidak membawa implikasi rendah diri di arena pergaulan luas.

Contoh-contoh itu menunjukkan bahwa mitos perempuan telah dimanfaatkan bersamaan dengan meningkatnya profesionalisme di kalangan pengiklan. Mereka berkilah bahwa perempuan lebih efektif untuk merebut perhatian khalayak sasaran. Mereka kemudian tidak peduli bahwa apa yang mereka lakukan sesungguhnya adalah proses dehumanisasi perempuan yang pada akhirnya akan benar-benar merendahkan martabat perempuan.

Tetapi memang demikian itulah yang terjadi pada diri perempuan. Nasib mereka dalam iklan barangkali akan selalu sejalan dengan nasibnya dalam masyarakat. Semakin masyarakat hipokrit dan patriarkis, semakin kuat pula perempuan menjadi simbol represi, dan pada gilirannya perempuan akan semakin diburu oleh industri periklanan.

Persoalan-persoalan tersebut, oleh Kasiyan, dibahas dalam bukunya ini, terutama pada Bagian Keempat, di mana ia dengan sangat bagus mempresentasikan hasil penelitiaannya, yang ia lakukan terutama pada iklan-iklan di majalah Femina dan Matra. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan berbagai informasi umum terkait dengan ketidakadilan gender serta industri periklanan.

Melihat isinya, kiranya sangat relevan jika buku ini wajib dibaca oleh para pemerhati sosial budaya seperti para aktivis gender dan lain sebagainya.

Puji Hartanto
  • Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
  • Tidak ada komentar:

    Al Qur'an On Line