Oleh Puji Hartanto
Selasa, 24 Juli 2007
Peran pemuda dalam kancah perubahan sosial selalu berada
pada posisi depan dan menentukan. Dalam sejarah kehidupan berbangsa tidak ada
satu pun perubahan tanpa peran serta pemuda. Memang, inspirasi, konsepsi dan
kreasi dari setiap gerakan tidak bisa lepas dari peran golongan muda. Satu bukti,
misalnya, "revolusi tauhid" yang terjadi pada jaman jahiliyah yang
terjadi di Arab dilakukan oleh pemuda bernama Muhammad Saw, beliau berusia
muda. Di Indonesia, para pemuda dan mahasiswa berhasil menumbangkan kekuasaan
Soeharto yang otoriter.
Ironisnya,
perjuangan pemuda tidak dilanjutkan oleh orang-orang muda selanjutnya. Sejarah
mencatat bahwa proklamasi kemerdekaan RI terjadi setelah beberapa pemuda di
bawah pimpinan oleh Chaerul Saleh "menculik" Soekarno dan Hatta untuk
segera memploklamasikan kemerdekaan RI. Para pemuda telah kehilangan kesabaran
pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang terkesan lamban. Namun
setelah memproklamasikan kemerdekaan, Soekarno justru "meninggalkan"
para pejuang muda itu.
Setelah reformasi
bergulir, pemerintah berganti, agenda kepemudaan yang menggebu-gebu itu
kemudian hilang ditelan gempita dan pemikiran yang penuh dengan trik dan polusi
kaum tua yang mengaku lebih berpengalaman dan lebih segalanya. Akibatnya,
konsep-konsep reformasi dengan semangat kepemudaan untuk mengubah tatanan
negeri ini tak juga berjalan sesuai dengan harapan.
Kekuatan kaum muda
Indonesia hanya bertahan dan kemudian kembali dikendalikan oleh "kaum
tua", orang-orang di belakang layar yang menjadi "penumpang gelap reformasi".
Kaum muda kembali gigit jari karena mereka kehilangan mementum untuk dapat
merebut kembali hegemoni kekuasaan yang ternyata diberikan kepada orang-orang
yang "kurang mengerti" makna, semangat dan progresivitas kepemudaan.
Pemuda atau
generasi muda merupakan istilah yang populis dan sarat dengan nilai. Keduanya
mempunyai makna yang bersifat ideologis, sosiologis dan kultural. Munculnya
adegium "pemuda harapan bangsa", "pemuda pemilik masa
depan", atau "pemuda sebagi generasi penentu dan tulang punggung
bangsa" yang sering dilekatkan pada istilah di atas semakin menunjukkan
betapa besarnya nilai yang terkandung di dalamnya.
Kehadiran generasi
muda mempunyai arti dan makna tersendiri di mata masyarakat. Karena itu, keberadaannya
mempunyai gaung yang cukup besar dan apresiasi yang cukup memadai, sehingga di
mana pun ia berada selalu mendapatkan ruang untuk berekspresi. Menurut Hendi
Hendra Priyadi (2006), besarnya antusiasme masyarakat dalam menerima keberadaan
generasi muda dilatarbelakangi oleh beberapa hal.
Pertama, pemuda
mempunyai makna dan nilai strategis dalam menentukan arah masa depan bangsa.
Kedua, eksistensi pemuda selalu menjadi simbol progresivitas, pelopor dan
penentu arah dinamika suatu bangsa. Ketiga, pemuda merupakan prototipe ideal
sebagai generasi penerus. Karena ia mempunyai semangat, keteguhan cita-cita,
ketegasan sikap, visi yang kosisten dan jelas. Dari sanalah seharusnya semangat
kepemudaan dipupuk dan dipertahankan sehingga tidak mudah diterjang oleh
berbagai godaan dan tantangan.
Meskipun demikian,
kita pun harus jujur bahwa anak-anak muda sekarang lebih bangga jika
berperilaku kebarat-baratan, mulai dari gaya pakaian, makanan, bahkan sikap dan
pandangan hidup. Stereotipe gaya hidup hura-hura itu ditunjukan secara gamblang
lewat stasiun televisi, mulai dari gaya sinetron dengan pendekatan serba
hedonis, hingga acara kontes menyanyi seperti Indonesian Idol atau AFI (Akademi
Fantasi Indosiar).
Anak muda sekarang
lebih semangat memacu diri lewat "jalan pintas"; menjadi penyanyi
terkenal, artis, lalu banyak penggemar dan kaya lewat profesi yang serba
gemerlap.
Sedangkan yang
memiliki komitmen tinggi dan perhatian serius dalam melihat realitas sosial
jumlahnya hampir bisa dihitung dengan jari tangan.
Selain itu adalah
adanya krisis kepercayaan golongan tua terhadap kaum muda. Golongan muda selalu
dipandang rendah (underestimate) oleh golongan tua, yakni sebagai kelompok yang
belum mapan, masih emosional dan kurang nalar. Akibatnya, pendapat dan
pemikiran mereka kurang dapat dipertimbangkan dan dipandang secara apriori,
meski kadang cukup brilian dan kontekstual.
Kini saatnya bagi
pemuda menunjukkan komitmennya untuk melakukan kerja sosial sebagai aktualisasi
peran kesejarahan. Karenanya mau tidak mau mereka harus melakukan upaya
"pemberontakan kultural" terlebih dahulu terhadap kondisi yang
menjadi kendala sebagaimana digambarkan di atas. Tentu saja kaum muda harus
melakukan langkah-langkah tertentu.
Pertama, melakukan
pembekalan diri secara serius dengan meningkatkan wawasan dan pemikiran yang
mampu menjadi daya tahan diri ketika harus berperang melawan keadaan untuk
mempertahankan idealisme perjuangan. Kedua, kaum muda harus mampu merebut
momen, keadaan dan waktu secara profesional agar memiliki ruang dan waktu
berproses serta berkompetisi untuk mengembangkan ide dan gagasan secara jujur,
terbuka dan kompetitif. Dengan kata lain, kaum muda harus mampu menjaga jarak
dari setiap tawaran yang kadang menggiurkan dan menerima kenyataan yang bisa
jadi sangat pahit.
Akhirnya,
bagimanapun peran pemuda tetap diperlukan untuk mengawal jalannya bangsa ini.
Memberdayakan masyarakat, mengatasi krisis multidimensi serta membangun
kemadirian bangsa.
Karenanya, adalah
penting bagi organisasi kepemudaan seperti KNPI untuk memperkokoh visi
kebangsaan dalam rangka menyemai energi kolektif gerakan kaum muda untuk
mempererat tali persatuan dan kesatuan bangsa. Kita ingatkan bahwa yang
terpenting dari gerakan pemuda sekarang bukanlah memperdebatkan teknis
aktualisasi dan pemahaman terhadap isi, tetapi konsistensi antara ucapan dan
perbuatan yang dibuktikan dalam bentuk kerja konkret dan kontinu.***
Penulis adalah
pemerhati masalah kepemudaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar